Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sedang hangat membicarakan kebijakan dari Gubernur Jawa Barat yaitu Dedi Mulyadi yang menginstruksikan untuk mengirim pelajar yang “nakal” ke barak militer untuk dilakukan pendisiplinan. Beragam komentar dari masyarakat maupun pemangku kepentingan datang baik yang mendukung maupun yang menolak dengan beragam alasan di belakangnya. Adapun pelajar yang masuk kriteria tersebut adalah generasi muda yang suka tawuran, kecanduan game, melawan orang tua, suka membolos, dan berbagai tindak pelanggaran lainnya. 

Berdasarkan kebijakan tersebut, semangat berkobar-kobar dalam generasi muda jika tidak diwadahi dalam kegiatan yang positif akan berdampak buruk bagi masa depan mereka. Banyak kenakalan remaja yang terjadi karena semangat yang membara generasi muda tidak terwadahi, contohnya adalah balapan liar, tawuran, narkoba, bahkan kenakalan remaja kini telah merambah ke dunia digital. Semua itu tidak terlepas dari derasnya arus kemajuan teknologi yang seakan membuat kita sulit memilah apakah pengaruh yang masuk bersifat positif atau negatif. 

Proses pencarian jati diri biasanya terjadi pada usia pubertas yaitu antara usia 12-16 tahun dimana pada usia tersebut menjadi waktu yang melelahkan secara psikologis khususnya bagi orang tua. Pada masa tersebut, anak mulai mengenal dunia-dunia luar yang menjanjikan kesenangan bagi mereka. Teman-teman mereka sudah bertambah banyak, lingkungan pergaulan sudah bertambah luas, dan aktivitas mereka sudah mengarah ke hal-hal baru yang belum pernah dilakukan. Mereka sudah mempunyai pendapat sendiri yang terkadang berseberangan dengan apa yang orang tua inginkan. Hal-hal tersebut dianggap wajar karena mereka sedang dalam proses pematangan fisik dan psikis. Orang tua tidak perlu terlalu khawatir asalkan tetap diberi pendampingan untuk mencegah terperosok ke hal-hal negatif.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, orang tua dan sekolah harus segera berbenah untuk mendidik generasi muda agar menjadi generasi penerus yang unggul. Cara mendidik konvensional yang menempatkan pendidik lebih tinggi dari peserta didik sudah cocok lagi. Orang tua dan sekolah harus menempatkan diri sebagai fasilitator dan motivator dalam membantu proses pencarian jati diri. Melek teknologi juga harus diperlukan untuk memantau aktivitas mereka di zaman sekarang yang lebih banyak dihabiskan di dunia digital.

Wajib Mengetahui Minat dan Bakat

Masa peralihan merupakan masa-masa yang rawan bagi orang tua untuk dapat menentukan masa depan anaknya. Beberapa keputusan-keputusan penting terjadi pada masa ini seperti pemilihan jurusan, sekolah yang diinginkan, dan pengembangan minat bakat mereka. Hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan secara matang karena akan menjadi bekal mereka saat akan bekerja dan bersosialisasi dengan masyarakat.

Saat ini, di sekolah-sekolah sudah banyak tes yang menganalisis tentang minat dan bakat anak. Tes tersebut sangat berguna sebagai referensi orang tua agar bisa mengarahkan anak sesuai dengan minat dan bakat mereka. Jika minat dan bakat anak selaras tentu tidak ada masalah bagi orang tua dan sekolah. Namun jika minat dan bakat mereka berseberangan maka akan menjadi persoalan yang sulit. Dalam kasus ini, orang tua dan sekolah harus duduk bersama agar nantinya anak tidak drop saat apa yang diinginkannya tidak dapat terwujud. 

Reward and Punishment

Sistem ini merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam memotivasi anak agar mematuhi apa yang harus mereka lakukan asalkan dijalankan secara konsisten. Jangan sungkan untuk memberikan reward kepada anak jika mereka melakukan seperti apa yang kita inginkan seperti memberikan pujian, mengajak mereka rekreasi, atau membelikan barang yang mereka inginkan. Sebaliknya, jika mereka melakukan sesuatu yang tidak sesuai yang kita inginkan jangan sungkan untuk memberikan punishment dengan catatan hukuman tersebut bersifat mendidik bukan menghakimi.

Proses pengajaran aturan normatif di keluarga sebaiknya dilakukan pendekatan yang demokratis. Berikan ruang bagi anak untuk mengeluarkan pendapatnya. Hargai pendapat mereka jika tidak setuju dengan aturan yang orang tua buat. Sebaiknya dalam memberikan pendidikan mengenai peraturan normatif yang kita buat dijelaskan mengenai dampak yang akan ditimbulkan. Contohnya jika orang tua ingin anaknya tidak pulang malam jangan memberikan perintah secara langsung seperti “Jangan pulang malam Nak. Pokoknya Bapak tidak suka.!” , namun berikan penjelasan bahwa jika pulang malam, jalanan sudah gelap dan akan berbahaya. Selain itu, akan mendapatkan cemooh dari tetangga. Jadi biarkan anak memutuskannya, kita hanya menjelaskan dampak-dampak ke depannya.

Pesan untuk generasi muda dan orang tua

“Tetaplah berkreasi, namun harus disertai dengan prestasi dan inovasi”. Petikan kutipan tersebut sangat cocok dijadikan pesan untuk para generasi muda. Tidak bisa dipungkiri, kreasi mereka sangat menakjubkan dan jauh melebihi orang dewasa. Namun kreasi tersebut harus bisa diubah menjadi prestasi dan inovasi yang berguna bagi masyarakat. Jika sudah berhasil, maka perspektif negatif terhadap fenomena generasi muda yang semula negatif dapat sedikit demi sedikit kita ubah menjadi lebih positif.

Untuk orang tua, masa peralihan dan pencarian jati diri adalah masa-masa penuh kenangan yang tidak akan terulang. Masa tersebut merupakan masa dimana Anda bisa melihat dan melibatkan diri dalam pembentukan kepribadian anak. Jadikan masa ini menjadi menyenangkan dengan membuat suasana yang bersahabat dimulai dari lingkungan keluarga. Jangan sungkan untuk bertanya ke orang yang lebih berpengalaman jika menemui masalah dalam parenting. Semoga kita bisa bersama-sama membangun generasi muda yang kuat dalam agama, cerdas dalam berpikir, dan tangguh dalam menghadapi kehidupan.

Profil Penulis
Edwin Sanditama

Edwin Sanditama, S.Pd. lahir pada 8 Desember 1996 di Boyolali. Saat ini bekerja di SMPN 1 Simo Boyolali sebagai guru Bahasa Indonesia sejak 2021. Tempat tinggalnya berada di Kenteng 06/01, Cepokosawit, Sawit, Boyolali. 

 

Leave a Comment